Coal bad methane (CBM) merupakan gas alam yang terperangkap di lapisan batubara. . Proses pembentukan CBM terjadi pada saat proses pembentukan batubara (coalification) (Muhartanto & Iskandar, 2006). Batubara yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan oksigen mengalami proses dekomposisi sehingga membentuk rantai CH4. Gas ini yang merupakan gas metan yang terserap oleh batubara dan mengisi pori-pori dari batubara. CBM tersimpan dalam cleat (rekahan batubara) berupa free gas. Mekanisme penyimpanan gas dalam batubara melalui beberapa cara diantaranya (1) gas yang terdapat pada micropore dan cleat, (2) gas larut dalam air, (3) gas yang terserap akibat tarikan molekul pada partikel batubara micropore dan permukaan cleat, (4) gas terserap dalam permukaan batubara (Sugeng,2010).
Perkembangan CBM di Indonesia dimulai pada tahun 2008 PT MEDCO mengembangkan CBM di lapangan sekayu Cekungan Sumatra Selatan. Sampai saat ini sudah ada 54 KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang mengelola lapangan CBM di Indonesia. Menurut Advance Resource International Inc (ARII) potensi CBM dari 11 cekungan yang ada di Indonesia sebesar 453.30 TFC. Beberapa cekungan yang memiliki cadangan CBM yang besar adalah Cekungan Sumatra Selatan, Cekungan Barito, Cekungan Kutai, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekungan tarakan Utara seperti gambar dibawah ini.
[Perkembangan CBM di Indonesia dimulai pada tahun 2008 PT MEDCO mengembangkan CBM di lapangan sekayu Cekungan Sumatra Selatan. Sampai saat ini sudah ada 54 KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang mengelola lapangan CBM di Indonesia. Menurut Advance Resource International Inc (ARII) potensi CBM dari 11 cekungan yang ada di Indonesia sebesar 453.30 TFC. Beberapa cekungan yang memiliki cadangan CBM yang besar adalah Cekungan Sumatra Selatan, Cekungan Barito, Cekungan Kutai, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekungan tarakan Utara seperti gambar dibawah ini.
Potensi CBM Indonesia (ARII dalam Asep & fatimah , 2010)
Petroleum sistem pada CBM berbeda dengan petroleum sistem untuk gas konvensional ( Pratiwi dkk, 2013).
Batubara berperan sebagai source rock sekaligus sebagai reservoar untuk CBM. Gas dan air mengalir melalui rekahan (cleat) yang ada didalam batubara. Kemudian air dan gas menuju matrix batubara dan mengisi pori-pori batuan. Paramter yang penting untuk mengetahui sumber daya CBM (Suryana & fatimah,2010) adalah :- Rank atau tingkat kematangan batubara ditunjukan dengan nilai vitrinit reflectance (Ro) Batubara
- Kedalaman : kedalaman batubara yang mengandung gas antara 300-1000 m. Batubara yang memiliki kedalaman kurang dari 300 m menyebabkan gas metan mudah terlepas. Sedangkan batubara yang memiliki kedalaman lebih dari 1000 m tingkat srapan gas dipengaruhi oleh temperatur.
- Tekanan : semakin besar tekanan maka semakin besar kapasitas gasnya.
- Mineral matter : mineral matter seperti sulfur dan abu mempengaruhi nilai serapan. Semakin tinggi mineral matter dari batubara maka nilai serapanya semakin rendah
- Makin tinggi kandungan air dalam batubara maka makin kecil kapasitas serapannya
- Komposisi maceral batubara. Liptinite (Type II dari organik matter) yang banyak mengandung hidrogen akan paling banyak menghasilkan gas metana.
Eksplorasi CBM
Sama seperti eksplorasi gas konvensional pengembangan CBM memerlukan tahapan eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi CBM dilakukan oleh tiga bidang ilmu kebumian yaitu Geologi, Geofisika dan Geokimia (3G). Tahapan eksplorasi meliputi evaluasi G & G, hole drilling dan coring, marker survey dan perencanaan pilot project. Kegiatan eksplorasi bertujuan untuk mengetahui sumber daya dari CBM. Data yang digunakan adalah data surface (permukaan ) dan sub surface ( bawah permukaan ). Penelitian surface meliputi kegiatan mapping yang dilakukan oleh geologist, pengambilan sampel batubara, dan cross section. Setalah itu data dari penelitian permukaan dilakukan analisa kimia dan fisika untuk mengetahui properti batuan, kandungan bahan kimia yang ada dibatubara, dan rank batubara dan arah cleat.
Setelah tahapan survei permukaan selasai kemudian dilanjutkan dengan tahapan survey bawah permukaan. Survey bawah permukaan menggunakan metode geofisika seperti 2D/3D seismik, Gravity, dan Geolistrik, well logging. Dari data tersebut kemudian diaolah sehingga menghasilkan peta bawah permukan. Peta yang dihasilkan dari survey bawah permukaan diantaranya peta 3D distribusi batubara, korelasi anatar sumur, seismik attribut dan karakter dari reservoar CBM. Dari survey permukaan dan survei bawah permukaan maka akan diperoleh cadangan sumber daya CBM. (Anonim, 2012)
Produksi CBM
Proses produksi CBM berbeda dengan produksi gas konvensional. Tahapan awal adalah melakukan rekayasa batubara sebagai reservoar gas. Meskipun batubara memiliki porositas yang besar namun batubara memiliki permeabilitas yang kecil. Permeabilitas batuan yang rendah dapat ditingkatkan menjadi ukuran sedang dengan menggunakan teknik vertical-hydraulic fracturing sehingga permeabilitas terhubung dengan baik dengan cleat. Setelah membuat permeabilitas yang baik kemudian dilakukan proses penganggkatan air formasi ke permukaan proses ini disebut dengan dewatering. Proses dewatering memerlukan waktu beberapa hari hingga beberapa tahun. Dewatering bertujuan untuk menurunkan tekanan yang ada di batubara sehingga gas keluar dari matrix batubara dan dialirkan kepermukaan melalui sumur produksi. Berikut ini video singkat mengenai produksi CBM. (hakim dkk, 2013). Setelah air diproduksi maka Gas dari batubara dapat diproduksi juga. Puncak produksi maksimum antara 2 sampai 7 tahun. Penurunan produksi gas CBM lebih lambat dibandingkan dengan gas konvensional.
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=o0J_Xzfo3rI]
Refrensi
Anonim. (2012). CBM Development CBM Development An Alternative Energy for Better Future. Yogyakarta.
Hakim, R. N., Irawan, B., Widiartha, R., Gunawan, K. B., Putro, w., & Damayanti, C. (2013). Success Story of CBM Exploration in Kutai Basin: Sanga Sanga PSC as Example. HAGI-IAGI Joint Convention. Medan.
Muhartanto, A., & Iskandar, E. (2006). penentuan Peta Sebaran Potensi GMB (Sweet Spot Area) Di Daerah Bukit Asam, Sumatra Selatan. MINDAGI , 10, 27-54.
Pratiwi, R., Nugroho, H., Widiarso, D. A., & Lesmana, L. (2013). Pengaruh Struktur dan Tektonik dalam Prediksi Potensi Coalbed Methane Seam Pengadang-A, Di Lapangan "DIPA" Cekungan Sumatra Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Semarang: Fakultas Teknik Program Studi geologi.
Sugeng. (2010). Gas Metan Batubara Formasi Wahu. Jurnal Ilmiah MTG .
Suryana, A., & fatimah. (2010). Tinjauan Terhadap Bitumen Padat dan Gas Metan Batubara di Indonesia. Bandung : Berita Sumber daya Geologi.
Anonim. (2012). CBM Development CBM Development An Alternative Energy for Better Future. Yogyakarta.
Hakim, R. N., Irawan, B., Widiartha, R., Gunawan, K. B., Putro, w., & Damayanti, C. (2013). Success Story of CBM Exploration in Kutai Basin: Sanga Sanga PSC as Example. HAGI-IAGI Joint Convention. Medan.
Muhartanto, A., & Iskandar, E. (2006). penentuan Peta Sebaran Potensi GMB (Sweet Spot Area) Di Daerah Bukit Asam, Sumatra Selatan. MINDAGI , 10, 27-54.
Pratiwi, R., Nugroho, H., Widiarso, D. A., & Lesmana, L. (2013). Pengaruh Struktur dan Tektonik dalam Prediksi Potensi Coalbed Methane Seam Pengadang-A, Di Lapangan "DIPA" Cekungan Sumatra Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Semarang: Fakultas Teknik Program Studi geologi.
Sugeng. (2010). Gas Metan Batubara Formasi Wahu. Jurnal Ilmiah MTG .
Suryana, A., & fatimah. (2010). Tinjauan Terhadap Bitumen Padat dan Gas Metan Batubara di Indonesia. Bandung : Berita Sumber daya Geologi.
0 comments:
Post a Comment